TUGAS KELOMPOK DOSEN
PEMBIMBING
Arisman,
M.Sy
IBADAH PUASA
DISUSUN
OLEH :
DARUN
NIM:
11182102916
Fakultas Pertanian dan Peternakan
UIN
SUSKA RIAU
2012/2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis penjatkan kehadirat Allah
SWT, atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang
berjudul “Ibadah Puasa”. Penulisan makalah adalah merupakan salah satu tugas
dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah FIQIH.
Dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam
penyelesaian makalah ini, terutama kepada bapak Arisman, S.Ag., M.Sy selaku
dosen pengampu serta teman-teman semua.
Penyusun menyadari keterbatasan sebagai manusia. Makalah ini
jauh dari
kesempurnaan, oleh sebab itu penyusun berharap kritik dan saran yang sifatnya
membangun guna perbaikan makalah ini. Akhir kata
semoga laporan ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya.
Pekanbaru, Maret 2012
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR............................................................................ i
DAFTAR
ISI.......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1
Latar Belakang........................................................................... 1
1.2
Rumusan
Masalah.....................................................................
3
1.3
Tujuan........................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 4
2. 1 Kedudukan
Ibadah Puasa Ramadhan......................................
4
2.2 Urgensi Ibadah
Puasa...............................................................
11
2.3 Permasalahan
Sekitar Bulan Puasa…………………………….13
BAB
III PENUTUP…………………………………………………….………..17
DAFTTAR
PUSTAKA..........................................................................
18
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Puasa merupakan suatu
tindakan menghindari makan, minum, serta segala hal lain yang dapat memuaskan
hasrat-hasrat psikis maupun fisik yang dilakukan pada masa tertentu. Makna dan
tujuannya secara umum adalah untuk menahan diri dari segala hawa nafsu, merenung,
mawas diri, dan meningkatkan keimanan terhadap Allah SWT. Salah satu hikmah
puasa ialah melatih manusia untuk meningkatkan kehidupan rohani. Nafsu jasmani
yang terdapat dalam diri tiap individu harus diredam, dikendalikan, dan
diarahkan dengan sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan yang mulia. Setiap orang
yang menjalankan puasa pada hakekatnya sedang memenjarakan dirinya dari
berbagai nafsu jasmani. Puasa juga merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
taraf kehidupan, baik yang duniawi maupun yang ukhrawi. Karena puasa
telah dilakukan di setiap syariat agama, bahkan Allah swt menyandarkan puasa
kepada zat Nya. Pada sebuah hadist qudsi dikatakan bahwasanya “Semua
amal anak adam itu untuk dirinya sendiri, kecuali puasa. Karena puasa itu
dikerjakan untuk-Ku, maka Aku-lah yang akan memberi balasannya”. Puasa
merupakan salah satu bentuk ritus agama yang dapat meningkatkan kualitas
spiritual manusia dan sebagai wahana pensucian diri guna mendekatkan diri
kepada Allah SWT.
Perintah puasa terdapat pada beberapa surat dalam Al-Qur’an,
yaitu: surat Al-Baqarah (183-187), An Nisa’ (92), Al-Maidah (89), Al-Mujadilah
(3-4), dan Maryam (26). Anjuran pelaksanaan ibadah puasa juga terdapat pada
beberapa Hadist. Pengaruh puasa bagi diri umat Islam, terutama ketika bulan
Ramadhan dapat dirasakan oleh fisik maupun jiwa. Hal ini dapat dilihat dari
berbagai segi. Dalam segi kesehatan, puasa secara mutlak tidak membahayakan
kesehatan, justru sangat bermanfaat. Kalaupun ada yang menemui permasalahan
kesehatan pada saat berpuasa, maka permasalahan itu muncul akibat yang
bersangkutan termasuk orang yang tidak dibenarkan secara agama maupun medis
untuk melakukan puasa atau akibat yang bersangkutan tidak menjaga aturan
kesehatan dalam mengkonsumsi makanan.
Pembahasan mengenai ibadah
puasa menarik untuk dikaji, mengingat ajaran ibadah puasa terdapat dalam agama
islam dan berlaku pada umat-umat terdahulu hingga sekarang. Berdasarkan uraian
di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji permasalahan seputar ibadah
puasa.
1.2
Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang hendak
dibahas adalah sebagai berikut:
a.
Kedudukan
ibadah puasa ramadhan
b.
Urgensi
ibadah puasa
c.
Permasalahan
sekitar bulan puasa
1.3
Tujuan Masalah
Tujuan penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut:
a.
Unuk meningkatkan
rasa keimanan kita terhadap Allah SWT.
b.
Agar
mengetahui bagaimana sikap kita selama menjalankan ibadah puasa.
c.
Memahami dan
menambah pengetahuan kita tentang puasa ramadan, Sehingga kita bisa lebih tau
dan mengerti apa maksud dan tujuan puasa itu sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Kedudukan Ibadah Puasa Ramadhan
2.1.1 Pengertian
Puasa
“saumu” (Puasa),
menurut bahasa arab adalah “menahan dari segala sesuatu”, seperti makan, minum,
nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya. Menurut istilah
agama islam yaitu “Menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya, satu hari
lamanya, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan
beberapa syarat”. Firman Allah Swt:
وَكُلُوْا
وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ اْلخَيْطُ اْلأَبْيَضُ مِنَ اْلخَيْطِ
اْلأَسْوَدِ مِنَ اْلفَجْرِ، .....﴿البقرة:٢:١٨٧﴾
“makan minumlah
hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam; yaitu fajar”………
[Al-Baqarah 2:187].[1]
Muhammad ibn Ismail
al-kahlani mendefinisikan puasa dengan menahan diri dari makan minum dan
hubungan seksual dan lain-lain yang telah diperintahkan menahan diri dari
padanya sepanjang menurut cara yang telah ditentukan oleh syara’. Wahbah
al-Zuhaili mendefinisikannya dengan menahan diri disiang hari dari segala yang
membatalkannya sejak terbit fajar sampai terbenamnya matahari.[2]
Dari beberapa definisi
diatas ditarik pengertian umum puasa yaitu suatu ibadah yang diperintahkan
Allah kepada hamba-Nya yang beriman dengan cara mengendalikan diri dari syahwat
makan, minum dan hubungan seksual serta perbuatan-perbuatan yang merusak nilai
puasa pada waktu siang hari sejak terbit fajar sampai terbenamnya matahari.
2.1.2 Hukum Puasa
Ramadhan
Para ahli fiqh telah
sepakat menetapkan bahwa puasa dalam bulan ramadhan hukumnya wajib. Kewajiban
puasa dibulan ramadhan ditetapkan berdasarkan Al-Qur’an. Adapun dasar Al-Qur’an
adalah firman Allah sebagai berikut:
تَتَّقُونَ لَعَلَّكُمْ قَبْلِكُمْ مِنْ الَّذِيْنَ عَلَىكُتِبَ
كَمَا الصِّيَامُ عَلَيْكُمُ كُتِبَ آمَنُوا الَّذِيْنَ أَيُّهَا يَا
“hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa (QS 2:183).
Dalam sejarah agama-agama di dunia dikatakan bahwa semua agama
yang dianut umat manusia mengenal puasa dan menjadikannya sebagai salah satu
bentuk ritual. Namun umumnya, pada agama-agama terdahulu puasa dilakukan
sebagai tanda berkabung, kemalangan dan duka cita. Artinya yaitu mereka
berpuasa pada saat menerima musibah tersebut.[3]
Islam membawa makna baru tentang konsep puasa. Puasa dalam islam
bukan pertanda duka cita, kemalangan, kesedihan, dan tanda kemarahan Tuhan.
Akan tetapi, puasa mempunyai makna yang mulia dan derajat yang tinggi.
Dasar hukum berupa sunnah Nabi SAW yang artinya sebagai berikut:
Dari Ibn Umar r.a, sesungguhnya Rasulullah
saw berkata: “islam dibangun di atas lima pondasi: pengakuan bahwa tidak ada
Tuhan selain Allah dan Muhammad Rasulullah, mendirikan shalat, membayarkan
zakat, puasa pada bulan ramadhan,dan haji ke baitullah bagi orang yang mampu. (HR
Bukhari dan Muslim).
Sedangkan dasar ijma’ adalah bahwa umat islam telah sepakat atas
wajibnya puasaa pada bulan Ramadhan dan puasa dimaksud merupakan salah satu
rukun Islam. Orang yang mengingkari kewajibannya dipandang kafir atau murtad.
2.1.3 Hikmah Puasa Ramadhan
Dalam islam tidak ada
ibadah yang diperintahkan Allah SWT yang tidak mengandung hikmah. Puasa sebagai
ibadah menahan makan dan minum serta hubungan seksual dan bertujuan untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT, mengandung hikmah bagi yang melaksanakannya.
Ibadah puasa, menurut
Zakiyah Daradjat, mengandung hikmah terhadap rohani dan jasmani manusia. Hikmah
terhadap rohani antara lain aialah melatih rohani agar disiplin mengendalikan
dan mengontrol hawa nafsu agar tidak semena-mena memunculkan keinginannya. Puasa
mengekang hawa nafsu dengan dengan mengharamkan memakan dan meminum harta
miliknya yang tersedia serta melarang menggauli istrinya yang sah disiang hari
meskipun nafsunya sudah bergelora untuk menikmatinya. Sebab, bila nafsu
dibebaskan tanpa kendali manusia akan menjadi budak hawa nafsu iti sendiri,
bila hal itu terjadi maka rohani manusia akan hancur. Allah SWT berfirman dala
surat yusuf ayat 53:
رَحِمَ غَفُورٌ رَبِّيَ إِنَّ رَبِّي رَّحِيمٌمَا
إِلاَّ بِالسُّوءِ
لأَمَّارَةٌ النَّفْسَ إِنَّ نَفْسِي أُبَرِّئُ وَمَا
“Dan
aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu
selalu menyuruh kepada kejahatan kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.
Sesungguhnya Tuhan Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang”
Yang selanjutnya yaitu hikmah
jasmani, ialah bahwa puasa dengan menahan makan dan minum, disamping membangun
kekuatan dan ketahanan rohani juga mempertinggi kekuatan dan ketahan jasmani,
karena umumnya penyakit yang menghinggapi tubuh manusia itu bersumber dari
perut yang menampung semua apa yang dimakan dan diminum.[4]
Hikmah puasa yang lainya
adalah sebagai berikut:
1.
Tanda
terima kasih kepada Allah, karena semua ibadah mengandung arti terimakasih atas
nikmat pemberian-Nya yang tidak terbatas banyaknya
2.
Didikan
kepercayaan.
3.
Didikan belas
kasihan terhadap fakir miskin.[5]
2.1.4 Rukun Puasa
Mayoritas ahli fiqh menetapkan dua macam yang menjadi rukun puasa,
yaitu:
a. Menahan diri dari segala yang membatalkan sejak terbit fajar
sampai terbenamnya matahari. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT:
لَكُمُ يَتَبَيَّنَ
حَتَّىٰوَاشْرَبُوا وَكُلُوا لَكُمْ اللَّهُ كَتَبَ
مَا وَابْتَغُوا بَاشِرُوهُنَّ فَالْآنَ..
.اللَّيْلِ
إِلَى الصِّيَامَ أَتِمُّوا ثُمَّ الْفَجْرِ
مِنَ الْأَسْوَدِ الْخَيْطِ مِنَ الْأَبْيَضُ الْخَيْط
….maka sekarang campurilah
mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah
hingga terang bagian benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian
sempurnakanlah puasa itu sampai malam….(QS.2:
187).
b. Niat. Yang dimaksud dengan niat adalah kehendak atau berkeinginan
untuk mengerjakan puasa pada esok harinya, dengan sadar dan sengaja yang
dilakukan sebelum terbit fajar. Dalam ajaran islam kedudukan niat didalam
setiap perbuatan amatlah penting.
2.1.5 Syarat
wajib puasa
Para ahli fiqih telah menetapkan
beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang agar dia wajib melaksanakan
puasa ramadhan sebagai berikut:
a. Beragama
islam.
Persayaratan islam dapat dipahami dari ayat
Al-Qur’an yang memerintahkan berpuasa kepada orang-orang yang beriman kepada
Allah SWT sebagaimana disebut dalam Al-Qur’an (QS 2: 183). Berdasarkan ayat
itu, orang-orang kafir tidak dituntut untuk melakukan puasa Ramadhan seperti
yang dituntut kepada orang islam.
b. Baligh
dan berakal.
Hal ini mengandung arti bahwa anak-anak kecil tidak
diwajibkan untuk berpuasa, sedangkan persyaratan berakal mengandung arti bahwa
orang gila tidak diwajibkan berpuasa
c. Kuat
berpuasa. Hal ini mengandung arti bahwa orang yang sakit yang mengakibatkan
tidak kuat melaksanakan puasa tidak dituntut melaksanakan puasa
2.1.6 Syarat sah
puasa
Mazhab Hanafi mensyaratkan 3 hal untuk
kesahan puasa, yaitu:
a.
Niat,
b.
Tidak ada
hal yang menafikan puasa, baik karena haid maupun nifas, dan
c.
Tidak ada
hal yang membatalkan puasa
Mazhab Maliki berpendapat bahwa syarat
syah puasa ada 4, yaitu:
a.
Niat,
b.
Suci dari
haid dan nifas,
c.
Islam, dan
d.
Waktu yang
layak untuk berpuasa, puasa tidak sah dilakukan pada hari raya
Sedangkan Mazhab Syafi’I juga
berpendapat bahwa syarat sah puasa ada 4, yaitu:
a.
Islam,
b.
Berakal,
c.
Suci dari
haid dan nifas sepanjang siang
d.
Berniat.
Menurut Mazhab Hanbali, syarat sah puasa
ada 3, yaitu:
a.
Islam,
b.
Berniat,
serta
c.
Suci dari
haid dan nifas
Dari uraian diatas, tampaklah bahwa para
ulama mazhab sepakat atas pensyaratan niat serta suci haid dan nifas.[6]
2.2
Urgensi Ibadah puasa
2.2.1 Bila mana
puasa menjadi wajib
Puasa menjadi wajib
kwrena salah satu dari tiga hal berikut:
a.
Nazar,
misalnya seseorang bernazar untuk berpuasa satu hari atau satu bulan dengan
maksud mendekatkan diri kepada Allah swt. Puasa tersebut menjadi wajib, karena
dia telah mewajibkan puasa atas dirinya. Penyebab diwajibkan puasa adlah nazar
itu sendiri
b.
Kafarat,
yakni tebusan atas maksiat yang telah dilakukan oleh seseorang. Misalnya
membunuh karena kesalahan (tidak disengaja), melanggar sumpah, membatalkan
puasa ramadhan karena bersetubuh disiang hari.
c.
Menyaksikan
sebagian bulan ramadhan, baik malamnya maupun siangnya. Inilah pendapat yang
kuat menurut mazhab hanafi. Dengan demikian, penyebab diwajibkannya puasa
adalah menyaksikan bulan Ramadhan.
Puasa ramadhan menjadi wajib, baik
seseorang melihat hilal-jika langit dalam keadaan cerah-maupun menyempurnakan
bulan syakban selama 30 hari-jika langit dalam keadaan mendung.
2.2.2 Cara
menetapkan hilal Ramadhan
Mahzab Maliki berpendapat bahwa hilal
bulan Ramadhan ditetapkan denga rukyat melalui 3 kesaksian:
a.
Kesaksian
yang dilakukan sekelompok orang banyak, meskipun mereka bukan bukan kelompok
yang adil.
b.
Kesaksian
yang dilakukan oleh dua orang yang adil atau lebih. Dengan kesaksian ke duanya,
puasa dan berbuka pada bulan ramadhan menjadi sah adanya, baik langit mendung
ataupun cerah. Yang dimaksud dengan orang adil adalah laki-laki yang merdeka,
baligh, berakal, tidak melakukan dosa-dosa besar, tidak sering melakukan
dosa-dosa kecil dan tidak melakukan tindakan yang merusak harga diri nya.
c.
Kesaksian
dilakukan oleh seorang yang adil. Dengan kesaksian ini, puasa dan berbuka pada
bulan ramadhan wajib bagi orang yang melihat hilal atau bagi orang yang
menerima pemberitahuan darinya.[7]
2.3
Permasalahan Sekitar Bulan Puasa
2.3.1 Hal yang
membatalkan puasa
Ahli fiqh membagi hal-hal yang
membatalkan puasa kepada dua bentuk, yaitu: sesuatu yang membatalkan dan wajib
meng-qadha dan sesuatu yang
membatalkan dan wajib meng-qadha dan kaffarat.
Adapun hal-hal yang membatalkan puasa
dan wjib meng-qadha nya adalah:
a.
Makan dan
minum dengan sengaja.
Seseorang yang sengaja makan dan minum
pada siang hari Ramadhan puasanya dinyatakan batal dan wajib menggabtikannya
pada hari-hari lain.
b.
Muntah
dengan sengaja.
Seseorang yang dalam keadaan puasa
kemudian dengan sengaja memuntahkan sesuatu dari perutnya maka puasanya menjadi
batal.
c.
Haid dan
nifas.
Para ulama telah sepakat menetapkan
batalnya puasa seseorang apabila darah haid atau nifasnya keluar, karena suci
dari darah haid dan nifas telah disepakati sebagai salah satu syarat syah
puasa. Jika syarat ini tidak terpenuhi maka puasanya tidak sah.[8]
d.
Keluar mani
dengan sengaja (Karena bersentuhan dengan perempuan dan lainnya). Karena keluar
mani itu adalah puncak yang dituju orang pada persetubuhan, maka hukumnya
disamakan dengan bersetubuh. Oleh karena itu puasanya akan batal, tetapi jika
keluar mani karena bermimpi puasa tersebut tidak batal.
e.
Gila.
Sedangkan yang termasuk hal-hal yang membatalkan puasa dan
mewajibkan qadha dan kafarat menurut jumhur fukaha hanyalah melakukan hubungan
seksual disiang hari ramadhan.
2.3.2
Orang-orang boleh berbuka pada saat puasa
Orang-orang yang diperbolehkan berbuka
pada bulan ramadhan adalah sebagai berikut:
a.
Orang yang
sakit apabila tidak kuat berpuasa, atau bila berpuasa sakitnya akan bertambah
parah atau akan melambatkan sembuhnya penyakit tersebut. Maka orang tersebut
boleh berbuka, dan ia wajib mengganti apabila sudah sembuh, sedangkan waktunya
adalah sehabis bulan puasa nanti.
b.
Orang dalam
perjalanan jauh (80,640 km) boleh berbuka dan wajib mengqadha puasa yang
ditinggalkannya itu.
Firman Allah dalam surat Al-Baqarah: 185
وَمَنْ
كَانَ مَّرِيْضًا اَوْ عَلىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةً مِّنْ اَيّاَمٍ اُخَر
"
dan barang siapa yang sakit atau dalam bepergian[musafir]~maka bolehlah ia
berbuka~dan mengganti di hari hari yang lain[sebanyak yang ditinggalkany”. [QS.Albaqoroh:185].
c.
Orang tua
yang sudah lemah, tidak kuat lagi karena tuanya, atau karena lemah fisiknya.
Maka ia boleh berbuka dan wajib membayar fidyah (bersedekah) tiap hari ¾ liter
beras atau sama dengan itu (makanan yang mengenyangkan) kepada fakir miskin.
d.
Orang yang
hamil dan orang yang menyusui anak, kedua perempuan tersebut, kalau takut akan
menjadi mudarat kepada dirinya sendiri atau beserta anaknya, boleh berbuka dan
mewajibkan mengqadha sebagaimana orang sakit.
2.3.3
Sunat Puasa
a.
Menyegerakan
berbuka apabila telah nyata bahwa matahari sudah terbenam
b.
Berbuka
dengan kurma, sesuatu yang manis atau dengan air.
c.
Berdoa
sewaktu berbuka puasa
d.
Makan sahur
sesudah tengah malam
e.
Memberikan
makanan untuk berbuka kepada orang yang berpuasa
f.
Memperbanyak
baca al-qur’an.[9]
2.3.4
Ha-hal yang dimubahkan dalam berpuasa
a.
Menyelam ke
dalam air, mandi dan membasahhkan kepala dengan syarat tidak sampai ke dalam
perut, jika air sampai masuk ke dalam perut, maka puasanya akan batal
b.
Meneteskan
sesuatu ke dalam mata, baik menimbulkan rasa ke dalam ke dalam kerongkongan,
ataupun tidak, karena mata itu bukan lobang ke dalam perut.
c.
Berkumur-kumur
dan menghirup air ke hidung. Hanya dimakruhkan mubalaghah saja (terlalu
mendalamkan kumur-kumurannya)
d.
Dibolehkan
bagi orang-orang yang berpuasa memasuki waktu subuh dalam keadaan berjunub
e.
Orang yang
berhaid dan benifas, apabila berhenti darahnya dimalam hari, boleh ia
mentakhirkan mandi hingga subuh, kemudian ia mandi untuk shalat.[10]
BAB
III
PENUTUP
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa:
1.
Puasa yaitu
suatu ibadah yang diperintahkan Allah kepada hamba-Nya yang beriman dengan cara
mengendalikan diri dari syahwat makan, minum dan hubungan seksual serta
perbuatan-perbuatan yang merusak nilai puasa pada waktu siang hari sejak terbit
fajar sampai terbenamnya matahari.
2.
Puasa pada
bulan ramadhan adalah hukumnya wajib dan merupakan bagian dari rukun islam.
3.
Hikmah
puasa ramadhan: Mendidik jiwa agar dapat menguasai diri, mendidik nafsu agar tidak senantiasa dimanjakan
dan dituruti,
dan mendidik jiwa
untuk dapat memegang amanat dengan sebaik-baiknya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Zuhayly,Wahbah.2005.Al-Fiqihal-Islamwa-Adillatuh.Remaja
Rosdakarya.Bandung
Rasyid, Sulaiman.1994.Fiqih Islam.Sinar Baru Algensindo.bandung
Ritonga, rahman, Zainudin.1997.Fiqih Ibadah.Gaya Media Pratama. Jakarta
Shiddieqy,Hasbi Ash.1993.PEDOMAN PUASA.Bulan Bintang.Jakarta
makasih yah
BalasHapus